Ahok Kembali Bertugas, PKS Meradang, Hak Angket pun Digadai
www.LigaEmas.net - Hari ini. Ahok kembali bertugas, setelah
selama 3,5 bulan cuti kampanye.
Kembalinya Ahok ke Balai Kota tentunya
dinanti oleh banyak warga DKI. Sebab, banyak sekali permasalahan muncul
saat Ahok tidak ada dan itu tidak bisa ditangani seluruhnya oleh Plt
Sumarsono. Mulai dari masalah aplikasi qlue yang tidak direspon
secepat dan setepat dulu. Masalah perekrutan pasukan orange. Masalah
PNS yang kendor dalam melayani. Dan masih banyak lagi masalah lainnya.
Dibalik rasa kangen warga DKI yang hendak
mengadu kepada Gubernurnya ternyata di DPR RI ada keributan kecil
seputar aktif kembalinya Ahok sebagai Gubernur. Malahan, hal ini
disinggung juga oleh Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid dalam
ceramahnya saat mengikuti aksi 112.
Dalam ceramahnya Hidayat Nur Wahid
bertanya kepada para peserta aksi, “Apa Jakarta mau dipimpin oleh
seorang terdakwa?” Lalu dijawab serempak oleh para peserta, tidak mau.
Ia pun melanjutkan, “Jadi untuk menjaga marwah Jakarta, untuk menjaga
marwah Indonesia, maka hendaknya Pak Mendagri melaksanakan komitmennya
untuk segera mengeluarkan surat pemberhentian sementara untuk Ahok.”
Anggota Dewan yang keberatan dengan aktif
kembalinya Ahok berasal dari PKS partainya Hidayat Nur Wahid. PKS
sebagai partai yang mendukung Anies-Sandi tentu keberatan dengan aktif
kembalinya Ahok.
Ini bukan tentang Ahok yang berstatus terdakwa, meski
itu adalah jurus yang mereka pakai. Ini tentang Pilkada dan tentang
Jakarta yang akan kembali dituntut untuk transparan, bersih dan
profesional.
Bagi para PNS DKI, Ahok adalah mimpi
buruk. Mereka tidak bisa bermain-main dengan anggaran apalagi
bermain-main dengan pelayanan. Dan PKS tidak akan mau melihat Ahok
kembali aktif, seberapa pun besar perannya. Bagi mereka hukum harus
ditegakkan. Sampai-sampai mereka mau mengajukan hak angket jika Ahok
tetap menjadi Gubernur. Mereka mau memaksa Presiden untuk menon-aktifkan
Ahok.
Saat Ahok hendak menyelesaikan
permasalahan yang semraut selama 3,5 bulan ini, di DPR dan di masyarakat
terjadi upaya untuk menjegalnya. Padahal, saat Mendagri memberikan
keputusan yang sama kepada Gubernur Gorontalo, mereka tidak
berteriak-teriak tentang hak angket. Gara-gara Ahok mereka jadi sadar
hukum. Mereka jadi begitu detail dengan setiap pasal, agar bisa
digunakan untuk menjegal Ahok.
Ahok merupakan sebuah anomali dari sebuah
birokrasi yang korup, tertutup dan tidak profesional. Dengan gayanya
yang main tabrak kiri-kanan, tanpa takut dimusuhi, tanpa takut dijegal
kanan-kiri, Ahok menjadi mimpi buruk bagi birokrasi kita yang sudah
terkenal korup itu. Wajar jika banyak yang tidak suka. Wajar jika banyak
yang mendadak mengangkat isu “supremasi hukum”.
Sebelum PKS menggelontorkan wacana
pengajuan hak angket terhadap pemerintah, Partai Demokrat sudah duluan.
Setelah isu sadap-menyadap yang tidak jelas duduk perkaranya, hanya
berdasar pada asumsi sepihak, PD tiba-tiba menggulirkan wacana hak
angket.
Apakah segenting itu keadaan negara hingga
perlu digulirkan hak angket? Negara baik-baik saja. Ekonomi tumbuh
baik. Pembangunan terjadi dimana-mana. Proyek-proyek mangkrak era SBY
mulai dihidupkan lagi. Lalu, dengan berdasar pada sebuah asumsi “ada
yang menyadap SBY”, lalu digulirkanlah wacana hak angket?
PD mengira mereka adalah mayoritas di
parlemen hingga menawarkan rencana busuk yang tanpa dipikirkan lagi.
Pantas saja, kualitas Paslon yang berasal dari PD hanya bisa mengatakan
“yang penting pemimpinnya punya goodwill, semua pasti bisa
dilaksanakan”. Ingin jadi gubernur tapi tidak punya pengalaman di dunia
birokrasi. Ini seperti buah mangga yang dikarbit biar cepat matang.
Warna daging buahnya menggiurkan, tapi rasanya tak semenggiurkan
warganya.
Begitu juga dengan PKS. Suara PKS
memangnya berapa persen di parlemen? Mereka tidak mengukur diri.
Padahal, dulu PKS sempat main mata dengan pemerintah. Tapi pemerintah
tak hiraukan. Kini mereka jadi opisisi tulen yang cukup reaktif dengan
agenda-agenda pemerintah.
Hak angket merupakan hak istimewa dan
sakral yang dimiliki DPR. Kedudukannya satu level di atas rapat harian
dan satu level di bawah pemakzulan terhadap presiden. Karenanya,
penggunaan hak angket seharusnya dilakukan dalam kondisi yang genting.
Berkaitan dengan Ahok, apa kegentingan
yang terjadi saat Ahok tetap menjabat sebagai Gubernur? Toh, kasus Ahok
ini bukan satu-satunya yang ternah terjadi. Jangan jadikan hak angket
sebagai “barang murahan” yang bisa dipakai kapan saja sesuka hati.
Selain juga, ya harus mengukur diri dulu untuk mengajukannya.
Justru, tidak hadirnya Ahok di Balai Kota
adalah sebuah kegentingan. Coba saja lihat nanti, apa yang akan terjadi
di Balai Kota saat ia dibuka oleh Gubernur yang mereka cintai. Mereka nggak akan pernah melihat kesana. Yang ada dalam pikiran mereka hanyalah, Jakarta dalam bahaya jika dipimpin oleh seorang terdakwa.
Ahok jadi terdakwa saja dipaksakan. Minta
bukti? Buktinya ada di sidang-sidang yang sudah masuk putaran ke-9.
Kasus Ahok bukan murni pidana, tapi politik busuk yang hendak
menjegalnya di ajang Pilkada.
Selamat bekerja Pak Basuki. Warga Jakarta
telah menanti hari ini. Ada sekian banyak masalah yang perlu hadirnya
seorang pemimpin, pengayom seperti anda. Sehat terus Pak. Jangan pernah
merasa sendiri, sebab kami selalu ada disaat anda ditekan oleh
kepentingan. Dan kami selalu ada jika anda mulai nakal. Haha..
0 komentar:
Posting Komentar