Selasa, 07 Februari 2017

SBY: Tak Ada Artinya Indonesia Makmur, tetapi Tidak Adil

SBY: Tak Ada Artinya Indonesia Makmur, tetapi Tidak Adil

http://ligaemas.blogspot.com/2017/02/sby-tak-ada-artinya-indonesia-makmur.html

www.LigaEmas.com -  Indonesia yang dituju bukan hanya merdeka, bersatu berdaulat, tapi juga adil dan makmur. Kata-kata adil dan makmur, harus d letakkan dalam satu bulatan, nafas serta jiwa.

Demikian disampaikan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat menyampaikan Pidato Politik dalam rangka Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) serta Dies Natalis PD ke-15 di JHCC, Jakarta, Selasa (7/2).

“Tak ada artinya Indonesia makmur, tapi tidak adil. Kita ingin semua rakyat Indonesia makmur. Makmur bersama dan bukan sendiri-sendiri,” kata SBY.

SBY menuturkan, pada awal abad ke-21, muncul kesadaran bersifat global bahwa kemiskinan dan ketimpangan dunia sepatutnya dihentikan. Masih banyaknya kaum miskin, bahkan sangat miskin, menurut SBY, membuat dunia menjadi tidak adil dan tidak aman.

“Kita saksikan banyak terjadi konflik, kekerasan dan gangguan keamanan, karena banyak yang kalah tersisih, ditinggalkan, mereka mencari keadilan sendiri-sendiri,” tuturnya.

Dia menyatakan, kesenjangan ekonomi masyarakat dunia semakin menganga. Diungkapkan, separuh kekayaan dunia dimiliki satu persen orang-orang kaya. Sisanya, lanjut SBY, harus dibagi 99 persen penduduk bumi yang lain.

Menurutnya, Indonesia juga mengalami kesenjangan. Dari 150 orang terkaya di Indonesia, setara dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Bahkan yang paling kaya jumlahnya tiga kali APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah) Jakarta, 8,5 kali APBD Jawa Timur dan 95 kali APBD Maluku Utara. Menjadi kaya bukan salah atau dosa. Asalkan didapat secara halal. Tidak lalai membayar pajak, rajin berbagi dengan yang tidak mampu,” ucapnya.

Dia mengatakan, salah juga jika negara tidak membantu meningkatkan taraf hidup rakyat miskin. Negara, menurut SBY, tidak boleh asyik pada hukum-hukum pasar dan ajaran kapitalisme semata.

“Ingat pasar bebas ajaran neolib, tidak peka dan peduli terhadap mereka yang tersisih dan tertinggal.

Melepas kebutuhan pokok, mengikuti harga pasar semata, tanpa mengikuti daya beli rakyat, bukan pilihan yang bijak,” katanya.

Meski begitu, dia berpendapat, tidak berarti Indonesia lantas masuk perangkap ekonomi komando, sosialis, dan komunis. Ditegaskan, tidak mesti pemerintah juga menetapkan dan mengendallikan harga-harga.

“Bagi negara berkembang, di mana pendapatan per kapita dan daya beli masyarakat rendah, diperlukan keseimbangan antara mekanisme pasar dan peran pemerintah yang proporsional,” tegasnya.

“Pemerintah tak boleh menyerahkan ke pasar bebas. Intervensi pemerintah yang profesional diperlukan dan harus tetap dilakukan.”

SBY juga bicara mengenai pentingnya pembangunan infrastruktur sumber daya manusia. Tujuannya, agar negara semakin berdaya saing, maju dan unggul di masa depan. “Porsi pembangunan infrastruktur harus berimbang dengan pembangunan manusia,” katanya.

“Biaya pembangunan infrastruktur tepat, jika kita padukan dari sumber swasta, BUMN, APBN. Dengan demikian APBN dan APBD dapat kita gunakan untuk sektor pendidikan, pengentasan kemiskinan dan hak-hak lain.”

Dia mengingatkan agar utang negara dalam jumlah besar untuk infrastruktur sebaiknya dihindari. Sebab, jumlah utang yang naik secara tajam, berpotensi meningkatkan beban rakyat masa mendatang.

Dia juga menegaskan bahwa partainya mendukung kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Namun, dia berharap kebijakan itu tetap pada sasaran awal.

“Menggeser sasaran pada rakyat biasa, disertai komunikasi tidak baik, membuat masyarakat takut, merasa dikejar-kejar dan tidak tenteram tinggal di negerinya sendiri,” tegasnya.

“Sasaran utama tax amnesty haruslah 100, 200, 500 atau 1.000 orang terkaya Indonesia. Di samping pemerintah mendapat fee pemutihan, barangkali ada dana yang digerakkan untuk ekonomi nasional.

0 komentar:

Posting Komentar