Maaf, Sikap Anies yang Sekarang Tidak Patut Dicontoh Oleh Pemuda Indonesia
www.LigaEmas.net - Mencermati tulisan Rian Ernest,
seorang yang pernah jadi jongos Anies maupun Ahok, saya jadi tergerak
untuk menuliskan opini atas sikap Anies yang sekarang tidaklah patut
dicontoh oleh pemuda Indonesia.
Kita semua tentu tahu, Anies adalah
penggagas Indonesia Mengajar. Kita semua juga tahu, Anies pernah ikut
konvensi Capres di Demokrat yang berkunjung kegagalan. Tahun 2014 silam,
Anies didapuk menjadi Jubir Jokowi saat Pilpres. Saat Jokowi menang dan
melenggang ke Istana, Anies diberi kesempatan menjadi Mendikbud oleh
Jokowi. Kita pun semua tahu, Mendikbud Anies hanya bertahan 1 tahun 9
bulan lamanya.
Sekarang kita semua juga tahu, Anies
sedang berlaga di Pilgub DKI Jakarta. Ini sebuah langkah politik untuk
mengejar ambisi dan hasrat berkuasanya, dan itulah sikap Anies Baswedan
yang perlu kita tahu sekarang dan ingin saya katakan.
Dipecat dari Mendikbud pasti punya sakit
tertentu di hati Anies. Setelah bercuap-cuap manis untuk memenangkan
Jokowi saat Pilpers, pemecatan Anies tentu bikin publik terkaget-kaget,
barangkali Anies juga kaget. Kok bisa ya Anies dipecat? Tentu bisa.
Mudahnya, Jokowi adalah tipe pemimpin pekerja, yang artinya setiap
kebijakan harus punya bukti di lapangan. Ini artinya Anies bukan
termasuk tipe pembantu idaman Jokowi. Kinerja Anies yang cukup buruk,
seperti anggaran tunjangan profesi guru kelebihan Rp23,3Triliun dan
tidak tercapainya target penyebaran KIP, pasti juga merupakan indikator
pemberhentiannya.
Setelah pemecatannya, sikap belang Anies
mulai menampakkan yang sesungguhnya. Apalagi saat ambisi menguasai
Jakarta sudah di ubun-ubun kepala. Anies yang sekarang menampilkan sikap
yang tidaklah patut dicontoh oleh generasi muda khususnya. Mari kita
bedah satu per satu.
Demi ambisi berkuasa, Anies rela menjadi kutu loncat
Loncat sana-loncat sini, mirip kutu
loncat. Itulah Anies yang sekarang. Dulu Anies terbilang sukses
menyerang Prabowo saat Pilpres 2014 dengan kata-kata bersayapnya yang
pedas, tapi kini Anies malah menjilat ludahnya sendiri hanya demi kejar
ambisi. Bergabung dengan Prabowo untuk berkuasa di Jakarta, Anies
memijakan satu kakinya mendeklarasikan Prabowo di Pilpres 2019 nanti.
Semua berhak menjadi pemimpin daerah,
termasuk Anies. Namun sayang beribu sayang, cara tidak elegan Anies
menuju kursi pemimpin lah yang buat saya kecewa atas langkah politiknya
sekarang.
Bergabung dengan Prabowo tak mengapa, tapi Anies tidak
perlulah melukai Anies yang dulu. Lihat saja cuap-cuapnya Anies saat
Pilpres 2014 lalu, dan bandingkan dengan Anies yang sekarang. Anies
sudah berbeda jauh. Contohnya yang ini.
Bagaimana? Kalau dari saya, Anies yang sekarang adalah seorang oportunis sejati demi kejar ambisi. Titik.
Sikap Anies jika di sekolah, diumpamakan
layaknya guru killer. Kemarin bilang tidak ulangan, esoknya malah jadi
ulangan. Dan seperti yang saya kemukakan di atas, perubahan 180 derajat
dari sikap Anies inilah yang saya katakan sebagai kejar ambisi = jadi
kutu loncat tak mengapa asal bisa berkuasa. Rezeki mana ada yang tahu,
mungkin motivasi ini yang sekarang ada di kepala Anies.
Sikap Anies di poin pertama ini sangat berdampak pada poin selanjutnya…
Demi lumbung suara, Anies rela mengorbankan rasa toleransinya
Sudah tampak di muka, Anies memainkan
sentimen Agama di Pilgub kali ini demi mendulang suara warga Jakarta
yang mayoritas beragama Islam. Mendekatnya Anies ke FPI tentu jadi
barang bukti bahwa Anies tidaklah mencintai toleransi umat beragama di
Indonesia.
Anies pernah mampir ke markas FPI di
Pertamburan. Maksudnya sangat jelas untuk mencari dukungan. Baru kemarin
pula Anies dkk (Agus, Sandi, dan Sylvi) juga ikut aksi 112 di Masjid
Istiqlal, dimana di sana ada barang konyol, yakni ada sumpah setia untuk
memilih Gubernur muslim dan mengabdi pada Rizieq. Anies dkk juga ikut
mengucapkan sumpah. Ini jelas penusukan tajam terhadap hati masyarakat
Indonesia yang beragama non-muslim.
Apa perasaan saya yang juga muslim kala
mengetahui hal itu? SAKIT HATI! Sangat sadis. Hanya untuk memenangkan
suara terbanyak, Anies dkk rela memutus tali persaudaran berbangsa dan
bernegara yang dimana tertuang pada Bhinneka Tunggal Ika.
Khusus Anies, coba bayangkan bagaimana
perasaan anak-anak muda yang beragama non-muslim mendengar Anda
mendukung bahwa pemimpin haruslah muslim? Saya rasa mereka akan sakit
hati.
Maka, di manakah letak toleransi Anda yang pernah jadi Mendikbud
terhadap keberagaman dan kemajemukan di negeri ini? Hilang dimakan
ambisi kuasai DKI ya? Oke.
Sebenarnya, Bhinneka Tunggal Ika sudah cukup menggambarkan kita harus bersikap seperti apa dalam bertoleransi di Indonesia.
Demi Pilgub DKI Jakarta, Anies rela bertampak dua demi warga
Sikap santun dan berjanji manis adalah
kunci utama Anies bisa melenggang ke putaran kedua nanti. Berbeda dengan
Ahok yang dinilai keras dalam bersikap, Anies hadir dengan perawakannya
yang santun dan janji-janji manisnya. Banyak warga DKI yang tertipu
dengan pencitraan Anies ini, tanpa mau buka mata dan kepala akan hikmah
dari rekam jejak Anies sebelumnya.
Anies adalah seorang Mendikbud pecatan di
era Jokowi. Loncat sana-sini demi ambisi bukti bahwa Anies itu oportunis
sejati. Sekarang apapun akan dilakukannya demi raih kursi DKI.
Strateginya, mendulang suara warga dengan tampilan santun tapi pahit
nanti, saat semua janji manisnya tidak lahirkan bukti, dan warga Jakarta
hanya bisa mengernyitkan dahi karena salah memilih tadi. Semoga
kerusakan ini tidak akan terjadi.
Berbeda dengan program Ahok yang sudah
kasih bukti, Anies mestinya mengedukasi masyarakat dengan programnya
yang masuk akal, bukan mengakali primordial masyarakat yang masih banyak
demi peroleh suara. Pun di mata saya beberapa program Anies kelewat
aneh, seperti rumah murah tanpa DP.
Rata-rata program yang ditawarkan
Anies cenderung teori tanpa penjelasan eksekusinya bagaimana.
Anies cukup cakap mengonsepkan solusi,
tapi tidak bisa mengeksekusinya, Ahok jago hal ini. Beresin masalah
Jakarta tidak bisa dengan teknis yang tidak jelas, semua harus jelas
bagaimana A-Z nya di lapangan. Hemat saya, Anies tidak bisa beresin
masalah Jakarta. Anies terjebak dengan teori-teorinya, seperti layaknya
dosen. Oh, saya rasa Anies bukan dosen lagi, sebab ketiga sikap di atas
membuktikan hal ini. Anies memang lebih cocok jadi pengejar ambisi.
Mudah-mudahan pemuda masa depan Indonesia mengerti hal ini.
Salam.
0 komentar:
Posting Komentar